Waktu dimana beberapa jam terasa seharian bagiku. Benar, ketika aku
tak sabar menunggu kabarmu. Ketika aku tak tau harus bagaimana bahkan
untuk berbicara yang tepat dengan situasi begini. Aku merasa selalu
salah langkah dan membuat kamu kesal.
Aku terlalu kenyang dengan rindu. Aku rindu, terlalu sibuk merindu
sampai membuatku takut merindu. Takut ketika rinduku tak berbalas, rindu
yang bagimu mungkin hanya sekedar pesan untuk dibaca. Lalu kemudian
kamu mengabariku, tapi aku terlanjur emosi menunggu. Kesibukan rinduku
yang menyalip disela kesibukanmu.
Aku rindu, rindu keadaan kita sebelum ini. Keadaan dimana aku menjadi
diriku sendiri tiap kali mencarimu, bukan aku yang menemukanmu tapi
kamu yang menemukanmu. Rinduku berbalas dan rasanya hangat sekali.
Bahkan aku sampai tak peduli kita jauh, aku sendiri disini dan kamu
disana. Aku sudah sangat baik-baik saja selama ada kamu, semua terasa
ringan dilangkahku.
Aku rindu, rindu caramu padaku. Tapi caramu tidak lagi sama. Sejak
sesuatu yang tidak penting mampu mempengaruhi perasaanmu, sesuatu yang
bahkan tidak berpengaruh sama sekali bagiku. Sejak itu cintamu seolah
menjadi hambar padaku.
Aku rindu, dan ingin berkata rindu. Kita masih banyak berbicara
seperti biasa meskipun tak membicarakan banyak hal. Aku bertanya kamu
menjawab, begitupun sebaliknya. Sejak itu aku selalu merasa ada yang
salah dengan kita. Berulang kali kubolak-balik membaca balasan pesan
darimu, ada yang ternyata tak lagi sama.
Aku rindu, melebihi biasanya ku kira. Tapi aku merasa berbeda. Aku
yang tidak biasa. Aku tak merespon dengan baik kejadian apapun
belakangan ini. Kamu membalas pesanku, bahkan aku tak tersentak senang
kegirangan seperti biasa. Ya, perasaanmu ketika membalas pesanku kali
ini berbeda. Hambar.
Aku rindu, rindu yang tak bisa kujelaskan. Semua sudah terasa hambar,
bahkan rindu yang sangat padamu kali ini juga terasa hambar. Aku butuh
menemuimu, tapi aku harus bagaimana dalam situasi begini? Ah, rindu
terkadang tak terasa indah lagi pada saat-saat tertentu. Aku kesal
merindu seperti ini.
Bisa apa aku selain menenangkan diri sendiri yang nyatanya tak
kunjung tenang hampir tiga minggu ini. Dengan aku yang rindu dan kamu
yang biasa saja, bahkan nyaris hambar padaku. Aku murung tanpa sebab,
menangis tanpa sebab, bahkan mengawang tanpa sebab. Apa yang salah
denganku? Bahkan kau yang kurindukan, serta merta biasa membaikkan
perasaan dan menyemangatiku tak lagi demikian.
Berangsur dengan rindu jangka panjang seperti ini, perlahan
menjadikanku pribadi yang bingung dengan diriku sendiri yang bahkan aku
tidak mengenalnya. Jika keadaan berbalik, kamu merindukanku dan aku tak
lagi antusias seperti biasa, akankah kamu sepertiku? Menungguku reda dan
tenang dari kusutku? Tidak, kamu bahkan yang lebih dulu akan membisu
membalas kebimbanganku, kamu marah dan menganggapku berlebihan dengan
diam pun juga sikapku yang berbeda, hal tak berani kulakukan padamu.
Selamat malam yang selalu kutunggu ketika aku begitu lelah disini,
bagiku cukup menggantikan bahu dan genggaman tanganmu. Selamat malam
yang selalu kutunggu ketika aku merasa sendiri, bagiku cukup
menggantikan waktu bertemu denganmu yang kunanti terasa begitu lama.
Selamat malam yang selalu kutunggu ketika aku selalu tidak sabaran
menunggu kabar darimu, di tengah kesibukanmu dan baru sempat mengabariku
larut malam. Selamat malam yang selalu kutunggu ketika kamu selalu
lebih sabar dariku menghadapi sesuatu, selamat malam yang membuatku
selalu merasa lebih baik. Selamat malam yang selalu kutunggu ketika aku
tak bisa tidur sebelum berbicara padamu meskipun hanya 3 menit. Selamat
malam yang selalu kutunggu ketika kamu selalu menyempatkan waktu
mengucapkan selamat malam padaku sebagai prioritas. Dan selamat malam
yang kutunggu tak lagi sama, selamat malam yang terasa hambar, bahkan
nyaris tak ada selamat malam lagi untuk kutunggu.
Sudah lama sekali rasanya kita tidak lagi saling mengucapkan selamat
malam, saling bercerita, saling menenangkan, saling menanyakan keluhan
masing-masing. Aku bahkan lupa kapan terakhir kita bercanda dan tertawa
lewat telepon meskipun hanya 15 menit.
Maaf aku selalu begini, bahkan nyaris tak pernah berubah meskipun
kamu selalu mengeluh aku cerewet, ngotot, memaksamu bicara. Aku bukan
mengeluh, aku hanya ingin kita tetap bertahan dengan jarak. Apa yang
kamu bilang jalani saja seperti biasa, bagiku terasa memiliki arti
berbeda dengan kamu padaku yang semakin hambar. Itulah mengapa aku
begitu kecewa dengan perubahanmu begini. Perubahan yang bahkan tak
terlihat sebagai kamu yang ingin mempertahankan kita. Komitmen yang
belakangan aku pertanyakan, bagaimana kabarnya? Apakah baik-baik saja?
Seperti semakin berubah hambar dan terasa asing saja.
Kali ini baiklah, aku sudah terlalu banyak berbicara dan meminta
waktu, yang sepertinya selalu salah langkah. Jadi aku akan diam saja
sekarang. Bicarapun aku, semua tak akan berubah tetap hambar seperti
ini, bahkan semakin hambar.
Aku tak ingin berbicara untuk menjelaskan sesuatu lagi padamu.
Tapi jika dengan aku bicara padamu bisa merubah sesuatu aku akan bicara.