Ya, nyatanya sekarang kita memang terpisah dan jauh.
Aku memang sepenuhnya tak bisa menjagamu, tapi do’a-do’aku yang akan
selalu menjaga semoga segalanya baik-baik saja disana. Aku harap kau
juga selalu merindukanku, meskipun apa daya aku tak bisa menghentikan
kesibukkanmu, semoga aku selalu mengertimu.
Aku selalu menahan kedipanku dan menghentikan nafasku sesaat, saat
aku merindukanmu, cukup terasa sesak, ya terkadang rindu merubah hariku.
Rindu memang terasa berlebihan, tapi memang itu porsinya untukmu.
Aku akan mencoba tak mengeluh saat kau pergi begitu saja, dan tiba-tiba meninggalkan pesan “maaf sayang, aku lagi di luar”. Aku akan mencoba tak mengeluh bahkan saat kau lupa berpamitan padaku
yang jelas-jelas tak bisa tahu secara nyata dimana kau berada. Aku akan mencoba tak mengeluh saat kau terlalu lelah dan cenderung mengabaikanku, mengabaikan rinduku. Aku akan mencoba tak mengeluh saat kau hanya membuatku menemanimu terlelap, dan berbicara pada hembusan nafasmu. Aku tak mencoba tak mengeluh saat kau berkata “Aku capek, aku tidur dulu ya.” Padahal, aku sangat ingin ada bersamamu. Aku akan mencoba tak mengeluh meskipun kau menghubungiku akhirnya saat hanya tinggal lelah di sisa harimu.
Setidaknya, aku hanya ingin sibukmu tak mengurangi perhatianmu
terhadapku. Tak ingatkah kau saat kau marah padaku karena aku terlalu
lama membalas pesan darimu? Tapi apa yang terjadi? Kapan kau bisa
paham?. Aku tak ingin mengulang memintanya lagi, sungguh aku tak ingin
membuat keadaan lebih buruk dan membuatmu lebih kesal lagi. Dan aku
masih harus bergelut dengan menunggumu? Bagaimana jika kita bertukar
posisi agar kau mengerti?
Setidaknya, apa sesulit dan serumit itukah untuk sedikit waktu
bagiku? Menyisakan waktu sebentar saja? Waktu yang ku minta tak sebanyak
waktu yang kau habiskan. Dan harus berapa lama lagi? Salahkah aku
mengeluh rindu padamu? Aku marah, tapi tidak. Kau akan tahu dengan
sendirinya apa yang kurasakan. Dan seberapa kuat aku mencoba menahan dan
memendamnya. Aku pun tak akan mencoba berbalik marah saat kau marah
jika aku lupa membalas pesanmu, tak balik mengabarimu, ataupun
mengabaikan rindumu.
Aku diam bukan berarti aku baik-baik saja. Tapi mungkin, inilah cara
terbaik agar kau nyaman dan tidak terganggu oleh rinduku. Mungkin aku
harus lebih banyak diam untuk memikirkanmu dan mempertahankanmu.
Entahlah, aku hanya berharap semua ini, termasuk kita adalah kebahagiaan
sempurna yang sedang terangkai.
Aku berharap bisa bersandar dipundakmu dan mendengar suaramu untuk
menenangkanku, tapi aku harus sadar ternyata tidak. Dan perlahan saja,
entah apa yang membuat air mataku mengalir seakan mengutarakan aku
merindukanmu, ya mungkin hanya kalimat sederhana “aku kangen kamu”, tapi
kau tahu sesak terasa di dadaku tiap kali aku mengucapkan itu.
Mungkin aku mengganggu dengan pesan-pesan itu, dengan bawel itu,
dengan manja itu. Maaf sayang, maaf aku membuatmu kesal dan marah. Aku
terdiam seketika membaca balasan pesan dan jawaban telpon darimu “ya, ga
ada, udah, kumsalam”. Entah mengapa aku selalu dengan mudah terdiam
saat kau marah, kesal, dan seperti tak mengharapkan kabar dariku, kosong
dan hilang arah, mungkin hanya lamunan jika aku berpikir kau akan
menyambutku dengan hangat dan menenangkanku, lalu memberi pengertian
jika aku mulai merajuk.
Aku berusaha agar rinduku selalu bersemi untukmu. Aku selalu mencoba
membaca berulang kali pesanmu yang telah lalu, seolah itu adalah pesan
yang kau kirim untukku saat ini. Senyum di pesan itu mungkin memang
hanya sebuah simbol, sederhana, tapi berarti bagiku. Aku sudah cukup
tenang mengingatnya
“Ini akhir minggu, tolong, jangan terlalu sibuk dan mengabaikanku lebih lagi”. Sungguh ingin sekali rasanya aku mengatakannya lagi dan lagi hingga kau
mengerti, tapi tidak. Aku tak ingin mengganggu dan membuatmu kesal lagi
dengan rindu bodohku.
Semoga aku selalu mengertimu. Semoga ketika kau merindu, kau tak akan merasakan betapa sesaknya rindu itu dalam diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar